Indonesia Menghadapi Bonus Demografi Tahun 2030, Peluang atau Tantangan?
Rian Hadi Putra
Mahasiswa Komunikasi dan Penyiaran Islam
UIN Imam Bonjol Padang
Seperti air bah yang datang, bonus demografi membawa dua sisi yang bertolak belakang; kesuburan potensi sekaligus ancaman bencana jika tidak dikelola dengan baik.
Semuanya bergantung pada seberapa siap bendungan dan saluran irigasi yang dibangun—ibarat kesiapan sistem dan kebijakan negara dalam mengelola peluang tersebut.
Inilah gambaran kondisi Indonesia saat ini dan di masa mendatang ketika menghadapi bonus demografi pada tahun 2030.
Pada saat itu, jumlah penduduk usia produktif akan jauh lebih besar dibandingkan usia nonproduktif, yang berarti generasi muda Indonesia akan mengalami peningkatan signifikan dan memasuki masa keemasannya.
Namun, pertanyaannya adalah apakah pemerintah mampu memanfaatkannya secara optimal, atau justru kebingungan menentukan arah?
Jika potensi besar ini tidak menghasilkan dampak positif sebagaimana diharapkan, siapa yang harus bertanggung jawab?
Apakah pemerintah yang kurang sigap atau generasi mudanya yang kurang siap? Atau mungkin
keduanya?
Entahlah—barangkali hanya rumput yang bergoyang yang tahu jawabannya.
Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah remaja Indonesia berusia 10–19 tahun pada tahun 2025 diperkirakan mencapai sekitar 60,8 juta jiwa, yang setara dengan kurang lebih 23% dari total populasi penduduk.
Jumlah ini diproyeksikan akan terus meningkat hingga mencapai puncaknya pada periode 2030–2045, dengan total populasi usia produktif mencapai sekitar 208 juta jiwa.
Angka tersebut mencerminkan potensi demografi yang sangat besar, bahkan secara hipotetik, cukup untuk membentuk suatu entitas negara tersendiri yang dapat disebut sebagai “Republik Gen Z”, yang diharapkan mampu mendorong kemajuan bangsa.
Jika dibandingkan secara kuantitatif dengan negara tetangga seperti Singapura—yang memiliki jumlah penduduk sekitar 6 juta jiwa dan populasi remaja sebanyak 560 ribu jiwa menurut data dari Trading Economics—maka Indonesia jelas memiliki keunggulan dalam hal jumlah.
Namun demikian, keunggulan demografis ini tidak serta-merta menjamin keberhasilan pembangunan. Kemajuan suatu bangsa sangat ditentukan oleh kualitas sistem yang diterapkan serta pengembangan sumber daya manusia (SDM) yang dimiliki.
Oleh karena itu, keberhasilan memanfaatkan bonus demografi akan sangat bergantung pada efektivitas kebijakan dan kesiapan institusional dalam mengelola potensi tersebut secara berkelanjutan.
Bonus demografi tidak hanya sebatas bonus, tidak hanya angka statistic tetapi harus menjadi jawaban untuk masa depan Indonesia dan anak muda menjadi faktor penentunya ucap Gibran Rakabuming Raka seorang Wakil Presiden muda yang sistemnya telah dipersiapkan.
Perlu digarisbawahi kenapa hanya anak muda yang menjadi titik berat membawa perubahan di negeri ini bukankah seharunya ada sinergi yang baik dengan pemerintah.
Anak muda Indonesia akan selalu siap menghadapi apapun, yang menjadi permasalahannya apakah pemerintahnya atau sistemnya siap atau tidak.
Ibaratnya anak muda disuruh menjadi tulang punggung negara, tetapi pemerintah bahkan belum menyiapkan kerangkanya, bagaimana mau berdiri?.
Beberapa contoh anak muda Indonesia yang telah menunjukkan kiprah luar biasa dapat disebutkan, seperti Jerome Polin, Adamas Belva Syah Devara selaku pendiri Ruangguru, Pandawara Group yang aktif dalam isu lingkungan, hingga Timnas U-17 yang berhasil lolos ke Piala Dunia.
Mereka merupakan potret anak-anak muda yang telah siap bahkan sebelum sistem pemerintahan sepenuhnya mampu mengakomodasi potensi mereka.
Ironisnya, di tengah berbagai problematika yang membelit bangsa—seperti tingginya angka pengangguran, minimnya lapangan pekerjaan, kenaikan harga kebutuhan pokok, dan biaya pendidikan yang masih tergolong mahal—anak muda justru menjadi tumpuan harapan.
Sebuah kondisi yang terasa agak janggal, namun pada akhirnya menjadi realitas yang harus diterima.
Kita tentu boleh-boleh saja berharap bonus ddemografi ini membawa perubahan seperti negara China yang berhasil menyiapkan kerangka tulang untuk anak mudanya, Jepang dengan fokus peningkatan sumber daya manusia (SDM) melalui pendidikan, kesehatan, dan pelatihannya sehingga berdampak baik bagi negara tersebut.
Bonus demografi ini seperti pisau bermata dua, jika berhasil dimanfaatkan dengan baik maka akan membawa kemajuan bagi Indonesia tapi jika tidak maka akan membawa tantangan terbaru karena hal ini hanya muncul satu kali dalam satu abad.
Apakah kita harus menunggu satu abad lagi atau tidak. Semua tergantung bagaimana pemerintah menyiapkan benih mudanya dan bagaimana benih tersebut memanfaatkan sistem yang telah dipersiapkan. Jika kedua hal ini saling mendukung maka Indonesia pasti akan maju.