Buta Literasi Runtuhnya Intelektualitas
Ilham Alhafizh
Mahasiswa Komunikasi dan Penyiaran Islam
UIN Imam Bonjol Padang
Kita hidup di era kebanjiran informasi-informasi, di mana setiap detiknya, menit, jam, dan hari informasi terus berdatangan tanpa henti. Akan tetapi tak satupun sempat direnungkan keabsahannya. Ini membuat manusia makin tenggelam dalam lautan informasi yang hampa, hitam, dan tanpa ada makna.
Dunia kini diibaratkan perpustakaan raksasa tanpa penjaga, alias penuh dengan judul-judul menggoda yang menjanjikan jawaban instan. Mata kita terpaku pada layar, menelan potongan-potongan kata yang tampak penting, namun hampa makna.
Kemajuan teknologi digital semakin melesat, jempol makin bergoyang kencang daripada akal kritis yang sehat. Mulut berkoar-koar tak karuan, tapi miskin akan bacaan. Rajin mengomentari sesuatu, tapi malas memikirkan sesuatu.
Inilah zaman ketika orang-orang berlindung di balik kata “OPINI” untuk menghindar dari keharusan mencari kebenaran yang hakiki. Kebenaran tanpa terikat akan konteks, waktu, atau opini pribadi. Ia suatu yang abadi, tak dapat dibantah, dan berdiri sendiri tanpa perlu pembenaran tambahan.
Kebutaan sangatlah menggelapkan, apalagi buta akan bacaan. Kebutaan itu akan melahirkan generasi yang bising tapi tak berfaedah. Sibuk berdebat, tapi tak pernah sekalipun melakukan research.
Mereka gemar dalam berbicara perihal kebebasan berpikir, tapi alergi terhadap begitu panjangnya akan bacaan. Inilah kasus yang meraja rela dari dulu hingga sekarang, serta mendominasi di dunia yang penuh digitalisasi saat ini terutama di Indonesia.
Begitu pentingnya kesadaran akan literasi sebagai dasar bermedia sosial. Karena diri pribadi adalah tanggung jawab masing-masing. Pemikiran hancur dan rusak juga disebabkan oleh diri sendiri, resiko atas salah mengatur diri dalam berpikir.
Kurangnya literasi adalah salah satu bentuk pemicu yang dapat meruntuhkan intelektualitas seseorang, mau dari kalangan mana pun. Kerusakan mulai terjadi ketika mendapatkan informasi, membacanya, dan tidak mencoba menganalisanya.
Literasi sama seperti olahraga bagi fisik, yang dilatih terus-menerus hingga timbul kata “Sehat”. Maka, melalui literasi lah intelektualitas seseorang itu dapat dikembangkan. Tidak hanya intelektual, tetapi juga dengan kemampuan berpikir kritis, kreatif, dan inovatif.
Yakin mau terus menerus terjerumus kebiasaan konsumtif sesuatu yang instan? Apakah tidak sadar akan bahayanya? Mengapa tidak mencoba membaca sesuatu berlama-lama dan mendalaminya? Mengapa tidak mulai untuk buka buku yang berisikan sesuatu yang kompleks dan melatih otak kita?
Yuk! Sama-sama kita lestarikan budaya literasi demi kemajuan diri dan bangsa. Bangunkan dan sadarkan diri untuk menjadi sosok yang kritis, analitis, kreatif, dan inovatif. Beri tanggung jawab terhadap diri sendiri, dan korbankan waktu sosmed untuk mengembangkan pola pikir yang baik.